"Don't judge people.
You never know what kind of battle they're fighting."
Mungkin
kalian sering dengar atau baca quote itu. Mungkin dari meme sok
bijak. Mungkin dengar dari motivator terkenal.
Percayalah, quote itu
adalah salah satu quote ter-bullshit yang pernah
saya baca.
Hari ini,
saya mengerjakan tugas kelompok dengan teman saya. Sebut saja Mawar. Saya
memang tidak terlalu dekat dengan Mawar; pun, ini satu kelompok karena
dipilihkan dosen. Jadi, setelah selesai, kami ngerumpi dan cari makan (karena
sama-sama anak kost). Lalu, mulailah pembicaraan-pembicaraan kecil mengalir.
Dan sebagaimana perempuan pada umumnya, pembicaraan kami pastilah berujung pada
masalah cowok. Singkat kata, saya yang mengetahui bahwa Mawar menjalani LDR,
menanyakan kapan terakhir ia bertemu pacarnya.
"Terakhir
sih dia yang nyamperin. Nginep di kostku." Terdiam sejenak, kemudian ia
melanjutkan, "Eh, tapi aku tidur di tempat tanteku, kok." Dia terdiam
lagi sebelum buru-buru menyambung, "Tenang, orangtuaku tahu, kok. Ayah dan
ibuku udah kenal sama dia."
She said all of it even when I wasn't saying a single thing.
Sikapnya
yang terburu-buru, ditambah kami yang memang tidak terlalu dekat, membuat saya
menyadari dengan cepat, bahwa dia tidak mau di-judge jelek oleh
saya. Lekas, saya tertawa kecil dan berkata ringan, "Eh, aku nggak
berprasangka apapun, kok."
Lalu saya
merasa sedikit kasihan padanya, karena dia harus merasa akan di-judge dan
punya keharusan untuk buru-buru mengklarifikasi. Membuat saya bertanya-tanya,
seperti apa lingkungan pertemanannya? Dia tentu tidak tahu bahwa saya tidak
nyaman men-judge seseorang, dan cenderung memilih untuk tidak
peduli dibandingkan harus menghabiskan waktu untuk menghakimi orang lain. Mawar
sepertinya berada dalam lingkungan orang-orang yang masih asyik men-judge orang
sesuka hatinya, sehingga ia harus terus mengusahakan dirinya terlihat baik di
depan orang lain.
Perasaan
yang bahkan saya sudah lupa, kapan saya rasakan. Tentu, ada saatnya saya ingin
terlihat baik di depan orang lain. Misalnya, pada ketua himpunan yang saya
ikuti, bukan untuk cari muka, tetapi untuk menghormatinya dan meyakinkannya
bahwa ia tidak salah memilih saya sebagai anggotanya, karena saya memang bisa
diandalkan. Pada orangtua saya, untuk membuktikan bahwa saya tidak berniat
mengecewakan mereka. Pada para dosen (kadang), untuk menghormati beliau dan
meyakinkan bahwa ketulusan mereka mengajar saya membuahkan hasil yang positif.
Tapi, sudah lama sekali saya tidak pernah merasa ingin terlihat baik, hanya
untuk mencegah orang men-judge negatif diri saya.
Dan saya
merasa nyaman dengan hidup saya.
Saya
tidak akan mengatakan quote itu tidak relevan atau salah;
tidak sama sekali. Saya hanya ingin menegaskan, bahwa quote itu
terkesan munafik. Ada satu pembelaan yang dilakukan oleh orang yang
mengucapkan quote seperti itu, yaitu bahwa dia tidak ingin di-judge oleh
orang lain. Kemungkinan, orang yang mengucapkan hal itu merasa insecure dengan
apa yang mereka miliki atau apa yang mereka sedang lakukan. Jadi, dengan quote itu,
mereka bisa berdalih bahwa orang lain tidak berhak menghakimi mereka. Hal yang
wajar bagi seorang manusia untuk merasa insecure dan menolak
di-judge.
Namun,
pada kenyataannya, quote itu tidak berfungsi sama sekali. Saya
melihat ada banyak orang yang membuat excuse dengan berdalih :
"Aku
nggak judging, kok. Aku cuman mengatakan hal yang sebenarnya."
Atau,
"Nggak
papa, dong, aku nge-judge, toh, kenyataannya, aku memang lebih baik
dibandingkan orang yang aku judge."
Excuse seperti itu, jujur saja membuat saya memutar
bola mata. Hello ... kepalamu terbuat dari batu atau apa, sih?
Jadi, karena kamu lebih baik dari orang lain, kamu merasa berhak untuk
menghakimi orang tersebut?
Judging, apapun excuse yang coba diberikan, tetaplah
sebuah penghakiman; yang kebanyakan tanpa dasar dan berdasarkan apa yang kita
lihat dengan mata saja. Menghakimi, ya menghakimi. Tapi, kenapa banyak orang
tidak ingin mengakui hal itu?