Minggu, 26 Maret 2017

Google Lebih Peduli

Hari ini, 26 Maret, doodle google memuat gambar Saridjah Niung. Karena penasaran, saya meng-klik si doodle untuk tahu, siapa itu Saridjah Niung? Kenapa dia masuk google? Apalagi, saya, yang sering (sok) bersikap nasionalis, sampai-sampai tidak mengenalnya. 

Ketika membaca di wikipedia, barulah saya bergumam. "Oh, ini, toh."

Yup, saya, dan semua teman-teman, pasti mengetahui karya dia yang satu ini :

Tanah Airku Tidak Kulupakan
Kan Terkenang Selama Hidupku
Biarpun Saya Pergi Jauh
Tidak Kan Hilang Dari Kalbu
Refrain
Tanah Ku Yang Ku Cintai
Engkau Ku Hargai
Walaupun Banyak Negeri Ku Jalani
Yang Masyhur Permai Di Kota Orang
Tetapi Kampung Dan Rumahku
Di Sanalah Ku Rasa Senang
Refrain
Tanah Ku Tak Ku Lupakan
Engkau Ku Banggakan
Tanah Airku Tidak Kulupakan
Kan Terkenang Selama Hidupku
Biarpun Saya Pergi Jauh
Tidak Kan Hilang Dari Kalbu
Refrain
Tanah Ku Yang Ku Cintai
Engkau Ku Hargai

Ternyata Saridjah Niung adalah Ibu Sud, yang lagu anak-anak ciptaannya seringkali kita nyanyikan ketika SD. Ketika pulang sekolah, ketika upacara bendera, atau ketika belajar menyanyi bersama teman-teman. Hal yang lucu adalah, bahwa setelah 20 tahun saya lahir, tinggal, dan besar di Indonesia, ini adalah pertama kalinya saya mengetahui nama asli Ibu Sud. Hal seperti ini, takkan pernah diajarkan di sekolah, takkan ada orang di sekitar saya yang mempunyai pengetahuan seperti ini, dan takkan ada niat mencarinya di google sampai hari ini.

Lucunya, ini membuat saya tertegun. Berpikir. Meski ini bagian dari marketing, tapi, apa yang dilakukan google telah memberikan pengetahuan baru bagi kita. Google tidak hanya menggunakan doodle untuk hari-hari atau tokoh-tokoh besar yang sudah kita ketahui, namun juga untuk hal-hal kecil yang seringnya tidak kita sadari. Ide kecil seperti doodle ini, tanpa disadari telah memberikan pengetahuan kecil bagi kita, (yang mungkin) dengan harapan bahwa kita bisa semakin mencintai Indonesia dengan lebih mengetahuinya.

Ingatan ini pun membawa saya pada ingatan lainnya. Beberapa bulan yang lalu, saya mendapatkan kesempatan untuk belajar bersama mahasiswa-mahasiswa dari Melbourne University. Kami belajar mengenai analyzing Indonesian, menganalisis Indonesia beserta isu-isu besar yang sudah terjadi di Indonesia.

Dalam suatu hari, kami mendapatkan materi mengenai korupsi besar-besaran yang terjadi di negeri ini. Teman-teman saya, saling berkomentar, berdebat mengenai apa dan kenapa korupsi-korupsi seperti itu bisa terus-menerus terjadi di Indonesia. Bukan hanya itu, mereka mulai memperdebatkan cara-cara yang bisa dilakukan untuk 'menyembuhkan' Indonesia.

Lalu, salah seorang teman saya, bertanya dengan antusias, "Kenapa kalian tidak lakukan seperti dulu? Seperti Sumpah Pemuda atau ketika para mahasiswa melawan saat Tragedi Trisakti? Maksudku, kita mahasiswa, bisa membuat langkah besar. Kalian bisa membentuk perkumpulan seperti Kongres Pemuda untuk hal seperti ini."

Kami, para mahasiswa Indonesia terdiam untuk beberapa saat sampai salah seorang teman saya lagi, dari Thailand, berceletuk dengan antusiasme yang sama:

"Oh, bukankah itu sudah terjadi? Itulah apa yang sedang kita lakukan. Di sini. Sekarang."

Untuk sesaat, saya merasa tercekat. Ketika di luar sana banyak pemuda-pemudi yang tidak peduli (well, saya tidak akan menyamaratakan, jadi saya akan katakan : saya tahu bahwa ada banyak pula generasi muda yang peduli dengan negeri ini), namun pada saat itu teman-teman saya, bukan WNI, duduk bersama dan mendiskusikan Indonesia. Negeri kita

Saya tahu ada banyak kekecewaan yang kita rasakan ketika menyebut Indonesia. Ada begitu banyak bobrok dalam negeri ini. Tapi, janganlah sampai kita membuang muka. Tidak peduli. Because it's so embarassing. Ada banyak orang yang pergi ke Indonesia dan pulang kembali ke negara mereka dengan rasa kagum terhadap Indonesia. Ada banyak dari mereka yang mencintai Indonesia. Ada banyak dari mereka yang peduli dengan Indonesia. 

Lalu bagaimana dengan kita?

Kita yang lahir di tanah ini, dibesarkan di tanah ini, dan mungkin suatu saat, akan terkubur di tanah ini pula.

Seperti lirik yang ditulis dengan penuh rasa patriotisme oleh Ibu Sud, janganlah pernah lupakan tanah air kita. Sejauh apapun kita melangkah, sepermai apapun tanah yang lain.

Jangan sampai, google lebih peduli dibandingkan kita.

Bali, 26 Maret 2017